Terutama di 3
dekade terakhir, semakin banyak teori design – baik bangunan, ruang kota,
produk dst – yang menerapkan konsep-konsep fenomenologis seperti Lebensweltnya Husserl,
‘being-in-the-world’nya Heidegger, kepuitisan ruangnya Bachelard dan
pentubuhannya Merleau-Ponty. Di post
ini, saya hanya ingin sekadar berbagi info tentang sebuah riset yang
diterbitkan tahun lalu (2011) oleh 2 peneliti dari bidang Computer and
Information Technology dari Norwegian University of Science and Technology dan
IT University of Copenhagen. Penelitian
ini menarik, karena mencontohkan secara konkrit bagaimana filsafat tubuh
Merleau-Ponty mengarahkan praktek design.
Kedua peneliti
menemukan bahwa saat dihadapkan oleh teknologi berbasis sensor seperti Nintendo
Wii, Playstation Move dan Xbox Kinetict, tradisi kognitif yang sering diteruskan oleh penelitian di bidang Human-Computer Interaction (Interaksi antara Manusia-Komputer) menjumpai
kekurang-kekurangan mendasar terutama berhubung dengan dimensi tubuh si
pengguna. Ini karena, dengan hanya menekankan representasi mental si pengguna –
rentang perhatian, daya ingat, dst – tradisi ini mereduksi tubuh manusia
menjadi tak lebih dari sekadar objek. Melalui workshop tentang participatory
design (design yang partisipatif), para peneliti menemukan bahwa formulasi
Merleau-Ponty akan tubuh sebagai sumber persepsi, kognisi dan komunikasi
sangat berguna dalam menguji apakah teknologi yang sudah digunakan oleh
Nintendo Wii dapat diimprovisasi untuk membuat latihan-latihan rehabilitasi tubuh.
Partisipan pada
workshop ini adalah 5 orang fisioterapis yang, dalam waktu 3 jam, diajak
bermain video game Wii yang terkait dengan olah raga dan latihan tubuh.
Ditengah sesi, mereka diminta mencari ide untuk game Wii yang secara khusus
dapat digunakan untuk rehabilitasi tubuh. Ide tentang pasien cerebral palsy
(lumpuh otak) muncul, terutama tentang bagaimana latihan-latihan tubuh yang
mereka lakukan terfokus pada gerakan tangan dan dilakukan dalam posisi duduk.
Melalui
simulasi gerakan rotasi dengan tangan, partisipan kemudian mengembangkan ide
untuk game Wii berdasarkannya. Salah satunya adalah game dimana si pengguna
harus menuntun sebuah bola kecil untuk jatuh melewati semacam labirin sirkular
yang cukup ruwet. Ini menunjukkan bahwa melalui keakraban tubuh yang mereka bentuk
lewat membiasakan diri mereka dengan teknologi Wii, mereka dapat mengkhayalkan
game untuk orang yang mempunyai cacat fisik. Dalam kasus ini, terlihat bahwa
ide tentang design untuk game computer adalah buah dari interaksi bertubuh
seseorang dengan suatu jenis teknologi yang spesifik, dan bahwa korporealitas
adalah bagian penting dari proses design.
Designer produk-produk teknologi yang
berbasis interaksi seluruh tubuh seperti Nintendo Wii maka harus
mempertimbangkan bagaimana memori, kreatifitas dan kemampuan komunikasi
seluruhnya berwadah di tubuh manusia, dan bukan hanya hasil dari proses
kognitif. Dengan demikian, akan semakin besar kemungkinan produk design teknologi untuk
menjalin hubungan empati dengan penggunanya.
Sudut pandang
yang sama tentang fenomenologi dan design tentunya bisa diteruskan ke problema
bagaimana design dapat memberikan solusi terhadap persoalan kerusakan lingkungan
hidup. Seperti yang saya coba paparkan di post sebelumnya, salah satu hal tentang
hubungan antar manusia dan alam yang tidak bisa lagi kita abaikan bisa
dijelaskan dengan apa yang Merleau-Ponty sebut dengan ‘retakan’, dimana kesatuan
ekologis antara kita dan semua makhluk yang ada, tidak dapat menciutkan jarak
dan perbedaan antaranya. Di ‘retakan’ ini, batas antara keselarasan dan
perselisahan menjadi misterius, tak terduga, liar. Keliaran inilah yang harus
diteliti lebih jauh apabila kita ingin menghasilkan design yang mampu
menanggapi masalah tentang degradasi lingkungan yang makin lama makin mencekam.