Wednesday 12 March 2014

Leaning from Nature

Keraguan atas metode-metode pengelolaan yang diterapkan oleh institusi-institusi besar dan mapan dapat disebut sebagai salah satu alsan munculnya praktik-praktik kultural yang ‘mengelola dirinya sendiri’ (disebut sebagai self-organizing dan diterjemahkan oleh Irwan Ahmett menjadi ‘swa-tata’). Sebagai contoh, coba lihat The Copenhagen Free University yang dididirikan di Denmark oleh 2 orang seniman, Henriette Heise dan Jakob Jakobsen, di tahun 2001 – bertempat di apartemen yang mereka huni, hingga tahun 2007 CFU bergerak sebagai sebuah ruang pertukaran pengetahuan dan riset melalui workshops, bermacam penerbitan, pemutaran film, pameran, seminar, dan seterusnya.

Diambil dari http://www.copenhagenfreeuniversity.dk/

Menentang dominasi gagasan “knowledge economy”, mereka menawarkan sebuah bentuk pertukaran pengetahuan yang “cair, skizofrenik, uneconomic, akapitalis”, yang timbul saat adanya interaksi sosial, dan – lebih penting lagi – secara kolektif. Model seperti ini juga ada di lingkungan yang lebih dekat dengan kita, seperti ruangrupa atau Jatiwangi Art Factory, yang tumbuh dan berkembang lewat inisiatif kelompok dan tanpa dorongan atau dukungan dari institusi negara atau perusahaan besar.

Prestige dan kuasa yang ditawarkan oleh institusi-institusi besar dianggap tidak lagi memadai, terutama jika menimbang bahwa model kuasa yang ditawarkan olehnya bersifat hierarkis, birokratis dan tefokus pada pusat. Belum lagi adanya kecenderungan untuk terus menerus melihat pertukaran dalam kerangka moneter. Keraguan terhadap pola kelola insitusional yang ada – dan ketergantungan kita terhadapnya – mendorong kelompok-kelompok ini untuk mengelola diri mereka sendiri secara bersama.

Banyak fenomena biologis yang menunjukkan bahwa pola mengelola diri sendiri sebenarnya sangat alamiah. Kawanan jenis burung tertentu, misalnya, yang membentuk formasi ketika terbang, menghindar dari predator, atau mencari makan. Berbagai riset mengenai fenomena ini mengatakan bahwa dalam pembentukan formasi dan pola geraknya, kawanan burung ini menjaga agar mereka tidak bertabrakan satu sama lain, mereka juga menjajarkan diri dengan yang lain (alignment) dan menyelaraskan diri mereka dengan yang lain dengan bergerak ke arah yang sama (cohesion).

Kawanan burung starling.

Ada 2 hal penting yang memicu saya untuk menelusuri perumpamaan ini. Pertama adalah keuntungan yang didapatkan dengan berkelompok: tingkat kelangsungan hidup kawaran burung ini lebih tinggi karena mereka menjadi lebih aman dari tekanan angin dan pemangsa, dan berburu makanan menjadi beban yang lebih ringan. Kedua, ketika kawanan burung membentuk pola formasi, mereka tidak menentukan konfigurasi tersebut sebelumnya. Melainkan, pola yang terbentuk adalah respon serentak terhadap lingkungan sekitar mereka, sesuai dengan kondisi yang ada secara langsung. Jika ingin dikatakan bahwa ada "perencanaan yang metodis" dalam pembentukan pola terbang mereka dalam berkelompok, harus ditegaskan bahwa “perencanaan” tersebut bersifat bawaan dan inheren, dan tidak berasal dari kuasa eksternal.

Banyak persamaan antara kawanan burung (dan contoh biologis lain seperti kawanan ikan dan mamalia, juga morfogenesis dan lipatan protein) dengan praktik self-organizing yang dilakukan oleh banyak praktik kultural (seperti kolektif seni) saat ini. Bergerak secara kolektif adalah sebuah mekanisme pertahanan dan suatu cara untuk menjaga tingkat kelangsungan hidup: ketika negara dan korporasi dianggap tidak dapat memberikan bentuk dukungan yang sesuai dan memaksakan ideologi yang bertentangan, maka kolektif adalah cara untuk mengamankan diri mereka dari ‘ancaman predator’ ini (jika kita ikuti analogi kawanan burung tadi). Memang, ada rasa keamanan yang diberikan lewat jumlah yang banyak, yang tidak dirasakan jika kita terus bergerak sendiri secara individual saja.

Selain itu, konfigurasi yang terjadi secara alamiah dan sesuai dengan sifat dasar atau bawaan suatu kelompok adalah bentuk penolakan atas konfigurasi yang terbentuk lewat faktor eksternal seperti birokrasi. Institusi-institusi besar dan mapan seakan tidak bisa bergerak tanpa segala aturan dan regulasi, yang menentukan diawal pola-pola yang akan mereka jalani tanpa melihat situasi dan kondisi yang langsung ada disekitar mereka. Bertolak belakang dari ini, kolektif-kolektif seni seperti 3 contoh kecil yang saya sebut secara cepat diatas seakan ingin meniru pola kawanan burung tadi, yang mengelola konfigurasi mereka sesuai dengan sifat dasar (jika tidak ingin disebut identitas) kelompok mereka sendiri. 

No comments:

Post a Comment