Keraguan atas
metode-metode pengelolaan yang diterapkan oleh institusi-institusi besar dan mapan dapat disebut sebagai
salah satu alsan munculnya praktik-praktik kultural yang ‘mengelola dirinya
sendiri’ (disebut sebagai self-organizing
dan diterjemahkan oleh Irwan Ahmett menjadi ‘swa-tata’). Sebagai contoh, coba
lihat The Copenhagen Free University yang dididirikan di Denmark oleh 2 orang
seniman, Henriette Heise dan Jakob Jakobsen, di tahun 2001 – bertempat di
apartemen yang mereka huni, hingga tahun 2007 CFU bergerak sebagai
sebuah ruang pertukaran pengetahuan dan riset melalui workshops, bermacam penerbitan, pemutaran film, pameran, seminar,
dan seterusnya.
Diambil dari http://www.copenhagenfreeuniversity.dk/ |
Menentang dominasi
gagasan “knowledge economy”, mereka menawarkan sebuah bentuk pertukaran
pengetahuan yang “cair, skizofrenik, uneconomic,
akapitalis”, yang timbul saat adanya interaksi sosial, dan – lebih penting
lagi – secara kolektif. Model seperti ini juga ada di lingkungan yang lebih
dekat dengan kita, seperti ruangrupa atau Jatiwangi Art Factory, yang tumbuh dan
berkembang lewat inisiatif kelompok dan tanpa dorongan atau dukungan dari
institusi negara atau perusahaan besar.
Prestige dan kuasa yang
ditawarkan oleh institusi-institusi besar dianggap tidak lagi memadai, terutama jika menimbang
bahwa model kuasa yang ditawarkan olehnya bersifat hierarkis, birokratis dan
tefokus pada pusat. Belum lagi adanya kecenderungan untuk terus menerus melihat
pertukaran dalam kerangka moneter. Keraguan terhadap pola kelola insitusional
yang ada – dan ketergantungan kita terhadapnya – mendorong kelompok-kelompok ini untuk mengelola diri mereka sendiri secara bersama.
Banyak fenomena biologis
yang menunjukkan bahwa pola mengelola diri sendiri sebenarnya sangat alamiah.
Kawanan jenis burung tertentu, misalnya, yang membentuk formasi ketika terbang,
menghindar dari predator, atau mencari makan. Berbagai riset mengenai fenomena
ini mengatakan bahwa dalam pembentukan formasi dan pola geraknya, kawanan
burung ini menjaga agar mereka tidak bertabrakan satu sama lain, mereka juga
menjajarkan diri dengan yang lain (alignment)
dan menyelaraskan diri mereka dengan yang lain dengan bergerak ke arah yang
sama (cohesion).
Kawanan burung starling. |
Ada 2 hal penting yang
memicu saya untuk menelusuri perumpamaan ini. Pertama adalah keuntungan yang
didapatkan dengan berkelompok: tingkat kelangsungan hidup kawaran burung ini
lebih tinggi karena mereka menjadi lebih aman dari tekanan angin dan pemangsa,
dan berburu makanan menjadi beban yang lebih ringan. Kedua, ketika kawanan burung membentuk pola formasi, mereka tidak menentukan konfigurasi tersebut sebelumnya. Melainkan, pola yang terbentuk adalah respon serentak terhadap lingkungan
sekitar mereka, sesuai dengan kondisi yang ada secara langsung. Jika ingin
dikatakan bahwa ada "perencanaan yang metodis" dalam pembentukan pola terbang
mereka dalam berkelompok, harus ditegaskan bahwa “perencanaan” tersebut bersifat
bawaan dan inheren, dan tidak berasal dari kuasa eksternal.
Banyak persamaan
antara kawanan burung (dan contoh biologis lain seperti kawanan ikan dan
mamalia, juga morfogenesis dan lipatan protein) dengan praktik self-organizing yang dilakukan oleh banyak praktik kultural (seperti
kolektif seni) saat ini. Bergerak secara kolektif adalah sebuah mekanisme
pertahanan dan suatu cara untuk menjaga tingkat kelangsungan hidup: ketika
negara dan korporasi dianggap tidak dapat memberikan bentuk dukungan yang
sesuai dan memaksakan ideologi yang bertentangan, maka kolektif adalah cara
untuk mengamankan diri mereka dari ‘ancaman predator’ ini (jika kita ikuti
analogi kawanan burung tadi). Memang, ada rasa keamanan yang diberikan lewat
jumlah yang banyak, yang tidak dirasakan jika kita terus bergerak sendiri
secara individual saja.
Selain itu, konfigurasi
yang terjadi secara alamiah dan sesuai dengan sifat dasar atau bawaan suatu kelompok adalah
bentuk penolakan atas konfigurasi yang terbentuk lewat faktor eksternal seperti
birokrasi. Institusi-institusi besar dan mapan seakan tidak bisa bergerak tanpa
segala aturan dan regulasi, yang menentukan diawal pola-pola yang akan mereka
jalani tanpa melihat situasi dan kondisi yang langsung ada disekitar mereka. Bertolak
belakang dari ini, kolektif-kolektif seni seperti 3 contoh kecil yang saya
sebut secara cepat diatas seakan ingin meniru pola kawanan burung tadi, yang
mengelola konfigurasi mereka sesuai dengan sifat dasar (jika tidak ingin
disebut identitas) kelompok mereka sendiri.
No comments:
Post a Comment