Thursday 12 January 2012

The 'Face' of the Environment (3)


Saya mengakhiri posting ini dengan ide Casey bahwa ‘permukaan’ – sebagai elemen dari ‘tempat’ – mempunyai peran penting untuk seorang manusia dalam membentuk hubungan etika dengan lingkungan sekitar (environmental ethics). Hal ini dikarenakan dua atribut spesifik dari ‘permukaan’: ekspresifitas (expresivity) dan kesederhanaan (simplicity). Menurut analisanya, permukaan-permukaan ruang hidup kita mempunyai kapasitas untuk ‘meng-ekspresikan’ – Casey tidak menjelaskan ‘mengekspresikan apa’, tapi menurut saya maksudnya meng-ekspresikan ‘suasana’ atau mood. Casey memberikan beberapa contoh variasi permukaan yang memberikannya kemampuan ekspresif: warna, kelenturan (misalnya permukaan kertas), elastisitas (misalnya karet), tekstur, dll. Ambil contoh sofa ini:


Lanjut ke analisa selanjutnya mengenai kesederhanaan (simplicity). Permukaan menjadi kompleks melalui berbagai variasinya. Sofa berbahan kulit sintetis diatas mempunyai permukaan yang kompleks, terdiri dari variasi warna yang kecoklatan, padding yang empuk, tekstur artifisial yang sedikit lengket dlsb. Kompleksitas variasi ini bisa ‘diakomodir’ atau disatukan oleh permukaan sofa karena permukaan ini juga mempunyai kesederhanaan. 

Sekarang ambil contoh sebuah sungai berlimbah: 


Dimulai dengan sekilas mata yang menyadarkan kita akan adanya bahaya disini, kita mulai memperhatikan, karena adanya 'intensitas' (intensity) di permukaan ini. 'Intensitas' disini berbeda dengan 'intensitas' yang kita rasakan pada saat, misalnya, melihat sebuah karya seni yang menggugah, yang cukup kita perhatikan tapi tidak harus mengundang tindakan. Ini karena 'intensitas' disini menandakan sebuah 'gejala' akan bumi yang sedang 'sakit', dan kita mulai memikirkan, membuat penilaian dan – semoga – tergerak untuk memberi pertanggung jawaban atas kerusakan ini.

Inilah 'Wajah' dari lingkungan - the 'Face' of the environment. Disini, sekilas mata tidak lagi cukup: "my glance... no longer suffices." Karena, degradasi yang diperlihatkan oleh 'Wajah' ini tidak lagi hanya meminta perhatian kita tapi menuntut kita. Menuntut untuk bertindak secara etis, yang diawali dengan memperhatikan dan kemudian memberi pertanggung jawaban atas kerusakan yang terjadi disini. Tuntutan ini ada di setiap permukaan yang menunjukkan rusaknya lingkungan, yang bisa kita tangkap hanya dengan sekilas mata. Meskipun kita pada akhirnya memutuskan untuk mengabaikannya, tuntutan itu tetap ada disana.

Inti argumen Casey adalah, ternyata tuntutan etika untuk bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan ini berawal dari sebuah kilasan mata. Ini adalah gagasan baru, karena secara tradisional teori tentang etika biasanya berawal dengan permasalahan tentang norma, peraturan, pembenaran ilmiah dlsb. 

Ada beberapa hal yang saya tidak yakin disini. Pertama,  argumen Casey tentang ‘simplicity’ permukaan. Pertanyaan saya, apakah iya kesederhanaan ini suatu keharusan... suatu komponen dasar yang pasti, yang tidak bisa tidak? Menurut Casey ya, tapi saya merasa ada kejanggalan disini. Bayangkan permukaan karang yang penuh liuk liku, kasar disatu sisi tapi halus di sisi lain, yang terendam oleh oli, wujud liquiditas yang pekat dan padat. Kompleksitas yang bertumpuk-tumpuk. Apakah permukaan harus, seperti yang dikatakan Casey, ‘sederhana’?

Kedua, Casey menulis: “its (the glance) pointed penetrating power allows it to go straight to where the problem is...” Tapi menurut saya sekilas mata tidak mempunyai kapasitas untuk menembus permukaan menuju inti permasalahan. Ini adalah kemampuan dari sebuah tatapan (a gaze). Secara fenomenologis, ini adalah perbedaan signifikan. Karena, kalau fenomenologi bersikeras bahwa tubuh kita adalah ‘alat’ untuk memahami dunia, maka perlu ditekankan bahwa tubuh adalah semacam swiss-army knife: satu alat yang terdiri dari beberapa alat yang punya kemampuan-kemampuan berbeda dan spesifik. Kalau kilasan mata mampu ‘hinggap’ di permukaan sebuah lahan dan mulai memperhatikan apa yang terjadi disitu, tatapan mata menyusup kebawah permukaan ini dan menggerakan penafsiran dan penilaian. 



No comments:

Post a Comment